
Anggaran belanja pegawai Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu kembali menjadi sorotan. Anggota DPRD Provinsi Bengkulu, Edward Samsi, mengingatkan pemerintah daerah untuk segera melakukan evaluasi serius. Pasalnya, porsi belanja pegawai pada tahun anggaran 2025 sudah menembus 41 persen dari total APBD, jauh di atas batas ideal maksimal 30 persen.
“Angka ini bahkan berpotensi terus bertambah. Ini mengingat adanya pengangkatan PPPK di tahun mendatang. Karena itu harus segera dievaluasi,” ujar Edward.
Peringatan Edward ini merujuk pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD). Dalam Pasal 146, ditegaskan bahwa proporsi belanja pegawai dalam APBD wajib ditekan maksimal 30 persen pada 2027. Jika tidak, daerah berisiko menghadapi sanksi administratif berupa penundaan, bahkan pemotongan transfer keuangan dari pusat. “Jangan sampai kita abai. Jika transfer dari pusat ditunda atau dipotong, maka program pembangunan dan pelayanan publik pasti akan terganggu,” kata Edward.
Dari struktur belanja pegawai Pemprov Bengkulu, beban terbesar berasal dari Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP). Nilainya, menurut Edward, mencapai lebih dari Rp 400 miliar.
Padahal, menurut aturan, pemberian TPP seharusnya disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah. Dengan kondisi fiskal Bengkulu yang relatif kecil, skema TPP yang ada dinilai terlalu membebani. “Artinya, harus dikaji ulang. Jangan dibiarkan terus membengkak. Memang kebijakan ini tidak populis, tapi saya rasa pegawai akan maklum mengingat kondisi keuangan daerah kita,” jelas legislator dari PDIP itu.
Ia menegaskan, keberanian mengambil langkah rasionalisasi belanja pegawai justru penting untuk menjaga ruang fiskal daerah agar program pembangunan yang lebih berdampak bagi masyarakat tetap bisa berjalan.
Selain TPP, Edward juga menyoroti struktur organisasi di Pemprov Bengkulu yang dinilai gemuk. Jumlah organisasi perangkat daerah (OPD) saat ini lebih dari 40 unit.
“Jumlah yang terlalu banyak jelas membuat belanja pegawai, tunjangan jabatan, hingga biaya operasional ikut membengkak,” kata Edward.
Ia mencontohkan, Dinas Kimpraswil bisa digabung dengan Dinas PUPR, sehingga biaya operasional bisa lebih efisien tanpa mengurangi kualitas layanan publik. Menurutnya, Biro Organisasi dan Tata Laksana (Ortala) seharusnya segera melakukan evaluasi beban kerja OPD.
“Tidak perlu banyak OPD, yang penting punya kemampuan bagus. Efisiensi struktur akan berimplikasi pada penghematan belanja pegawai,” tegasnya. “Kalau ruang fiskal kita terkuras untuk belanja pegawai, maka anggaran untuk program langsung menyentuh masyarakat pasti berkurang. Padahal, rakyatlah yang mestinya merasakan manfaat dari APBD,” jelasnya.
Ia menambahkan, kebijakan pengendalian belanja pegawai memang tidak populer bagi kalangan aparatur. Namun, menurutnya, langkah tersebut adalah bagian dari tanggung jawab moral pemerintah daerah. “Kebijakan ini memang tidak populis bagi pegawai, tapi mau tidak mau harus diambil demi kepentingan rakyat,” pungkas Edward.
Sorotan terhadap belanja pegawai bukan hal baru. Sejumlah daerah di Indonesia menghadapi dilema serupa: menjaga keseimbangan antara meningkatkan kesejahteraan pegawai dengan memastikan anggaran pembangunan tidak tergerus. Bengkulu, dengan keterbatasan fiskal, dituntut untuk lebih cermat. Apalagi, dalam tiga tahun ke depan, kewajiban menekan belanja pegawai maksimal 30 persen tidak bisa ditawar.
Sumber: Radar Bengkulu
CPNS 2025 akan segera berlangsung. Apakah kamu sudah mempersiapkan diri menghadapi SKD dan SKB untuk siap lulus CPNS 2025? Buruan bergabung segera bersama kami.
Teman teman langsung tertarik bisa dapat langsung mendaftar kelas TKD, TWK, dan TK serta SKB CAT dan Non CAT BKN 2025 disini dan mohon jangan lupa konfirmasi ke admin kami juga di nomor whatsapp dibawah ini

Bukti skor dan kelulusan klien klien yang telah berhasil kami bantu kursus persiapan CPNS 2017 – 2024, PCPM Bank Indonesia, FHCI BUMN, CPPPK, PCS OJK RI, LPS, MDP Garuda Indonesia dan top BUMN lainnya instagram kami
